jadikanlah kekuranganmu menjadi sebuah kelebihan. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

makalah filsafat tradisional dan modern


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Filsafat diambil dari Bahasa Arab, falsafah- berasal dari bahasa yunani, filosofia kata majemuk yang terdiri dari kata filos yang artinya cinta atau suka, dan kata sofia yang artinyanya bijaksana.dengan demikian, secara  Etimologis kata filsafat memberikan pengertian cinta kebijkasaan. Orangnya disebut philosopher atau failusuf.[1]
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan.
Filsafat pedidikan pada umumnya dan filsafat pendidikan islam pada khususnya, adalah bagian dari ilmu filsafat, maka dalam mempelajari filsafat ini perlu memahami lebih dahulu tentang pengertian filsafat, terutama dalam hubungannya dengan masalah pendidikan, khususnya pendidikan islam.
B.     Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui pengertian dari Filsafat Pendidikan
2.      Memahami ruang Lingkup Pendidikan Filsafat

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian tentang Filsafat Pendidikan
Berikut ini dikemukakan pengertian filsafat dalam kaitannya dengan pendidikan pada umumnya dari beberapa ahli pikir sebagai berikut:
1.      John Dewey memandang pendidikan sebagai suatu proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional), menuju ke arah tabiat manusia dan manusia biasa, maka filsafat dapat juga diartikan sebagai teori umum pendidikan.
John Deway memandang bahwa ada hubungan yang erat antara filsafat dengan pendidikan. Oleh karena itu tugas filsafat pendidikan adalah seiring yaitu sama-sama memajukan hidup  manusia.
2.      Thomson filsafat berarti melihat seluruh manusia tanpa ada batas atau implikasinya. Ia melihat tujuan-tujuannya, tidak hanya melihat metodenya atau alat-alatnya serta meneliti dengan seksama hal-hal yang disebut kemudian dalam kaitan arti dengan yang terdahulu.
3.      Van Cheve Morris “secara ringkas kita mengatakan bahwa pendidikan adalah studi filosofis, karena ia pada dasarnya, bukan alat sosial semata untuk mengalihkan cara hidup secara menyeluruh setiap generasi, akan tetapi ia juga menjadi agen (lembaga) yang melayani hati nurani masyarakat dalam perjuangan mencapai hari depan yang lebih baik.
4.      Brubacher ahli filsafat pendidikan Amerika berpendapat bahwa “ada pendapat yang menyatakan, tidak ada filsafat pendidikan sama sekali. Menganggap filsafat yang berpredikat pendidikan, sebenarnya seperti menaruh sebuah kereta di depan seekor kuda, filsafat dipandang sebagai bunga bukan sebagai akar tunggal pendidikan.
Dengan demikian jelaslah bahwa filsafat pendidika itu adalah filsafat yang memikirkan tentang masalah kependidikan. Oleh karena ada kaitan dengan pendidikan, maka filsafat diartikan sebagai teori pendidikan dalam segala tingkat.
B.     Ruang Lingkup Pemikiran Filsafat
Dalam rangka menggali, menyusun dan mengembangkan pemikiran kefilsafatan tentang pendidikan, terutama pendidikan islam, kiranya perlu diikuti pola dan sistem pemikiran kefilsafatan pada umumnya.
Adapun pola dan sistem pemikiran kefilsafatan sebagai suatu ilmu adalah:
1.      Pemikiran kefilsafatan harus bersifat sistematis, dalam arti bahwa cara berpikirnya bersifat logis dan rasional tentang hakikat permasalahan yang dihadapi. Hasil pemikirannya tersusun secara sistematis, artinya satu bagian dengan bagian lainnya saling berhubungan secara bulat dan terpadu.
2.      Tinjauan terhadap permasalahan yang dipikirkan bersifat tadikal artinya menyangkut persoalan-persoalan yang mendasar sampai  ke akar-akarnya.
3.      Ruang lingkup pemikirannya bersifat universal, artinya persoalan-persoalan yang dipikirkan mencakup hal-hal yang menyeluruh dan mengandung generalisasi bagi semua jenis dan tingkat kenyataan yang ada di alam ini, termasuk kehidupan umat manusia, baik di masa sekarang maupun dimasa mendatang.
4.      Meskipun pemikiran yang dilakukan lebih bersifat spekulatif, artinya pemikiran yang tidak didasari pembuktian-pembuktian empiris atau eksperimental.[2]
Pola dan sistem berpikir filosofis demikian dilaksanakan dalam ruang lingkup yang menyangkut bidang – bidang sebagai berikut:
a.       Cosmologi, yaitu suatu pemikiran dalam permasalahan yang berhubungan dengan alam semesta, ruang dan waktu, kenyataan hidup manusia sebagai ciptaan Tuhan.
b.      Ontologi, yaitu suatu pemikiran tentang asal usul kejadian alam  semesta, dari mana dan ke arah mana proses kejadiannya.
c.       Philosophy of mind, yaitu pemikiran filosof tentang “jiwa” dan bagaimana hubungannya dengan jasmani serta bagaimana tentang kebebasan berkehendak dari manusia (free will) dan sebagainya.
d.      Epistimologi, yaitu pemikiran tentang apa dan bagaimana sumber pengetahuan manusia di peroleh, apakah dari akal pikiran (aliran rationalisme) atau dari pengalaman panca indera (aliran emperisme) atau dari ide-ide (aliran idealisme) atau dari Tuhan (aliran theologisme).
e.       Axiologi, yaitu suatu pemikiran tentang masalah nilai-nilai termasuk nilai-nilai tinggi dari Tuhan.
            Pola dan sistem berpikir filosofis dalam ruang lingkup yang menjangkau permasalahan kehidupan alam, manusia dan alam sekitar di atas, menjadi objek pemikiran Filsafat Pendidikan Islam.

C.    Pendekatan-pendekatan Filafat Pendidikan
1.      Pendekatan Progresif
            Pendekatan dalam filsafat pendidikan akan lebih mudah dipahami arti pengertianya bila diajukan pandangan John Dewey tentang pokok masalah, dalam bukunya yang monumental kontraversal, yaitu Democracy and Education yang dapat dibaca dan diselami apa yang tersurat dan tersirat di  dalamnya, seperti dibawah ini:
a)      Filsafat pendidikan adalah bukanya suatu pola pikiran yang jadi dan disiapkan sebelumnya dan yang datangnya dari luar kedalam suatu sistem praktek pelaksanaan yang amat sangat berbeda asal usulnya maupun tujuannya.
b)      Filsafat pendidikan tiada lain merupakan suatu perumusan secara jelas dan tegas eksplisit tentang problem-problem pembentukan pola kehidupan mental dan moral,
c)      Definisi filsafat yang paling tepat dan kena pada inti permasalahanya yang dapat diajukan adalah teori pendidikan dalam pengertianya yang umum dan teoritis.
d)     Pembangunan kembali filsafat, pendidikan dan surat cita-cita ideal sosial tentang nilai dan norma, dan metodenya adalah berjalan dan dilaksanakan secara serempak.
e)      Apabila pada saat ini dirasakan perlunya keharusan membangun kembali pendidikan, dan kebutuhan ini mengharuskan diadakan peninjauan kembali, suatu pemikiran kembali dasar-dasar pokok sistematika filsafat tradisional. Hal demikian itu sebagai akibat perubahan sosial yang besar dan mendasar yang menyertai kemajuan ilmu pengetahuan, relovasi industry dan perkembangan demokrasi.[3]


2.     Pendekatan Tradisional
Pendekatan ini berbeda dengan pendekatan progresif secara sederhana dapat dijelaskan dengan bahwa pada pendekatan mengakui dan mementingkan dunia sana yang transcendental metafisis yang langgeng, yang menentukan tujuan hidup dan sekaligus tujuan manusia, sehingga akan terjadi sumber-sumber dasar nilai dari filsafat pendidikannya. Sedang tenaga sosial hanya akan menyediakan sarana, dengan kata lain tenaga pengembangan sosial ini akan memberikan modal dalam penyusunan science of education yang diperlukan. Menurut asas pendekatan tradisional antara filsafat pendidikan dan science of education dibedakan secara tegas, sedang pada pendekatan progresif keduanya bersumber pada kenyataan yang sama, dan satu-satunya yaitu tenaga pengembang sosial masyarakat. Maka dari itu pendekatan progresif hanya berpijak kepada teori etika dan metode penyesuaian masalah sosial, yaitu pola dasar sikap moral dan pola dasar sikap mental, dan menentang segala hal  yang berkaitan tentang kenyataan transcendental metafisis yang spiritual  dan didunia sana di masa mendatang. Sebaliknya pendekatan-pendekatan tradisional, seperti namanya, sangat taat dan sistematika filsafat tradisional, yang menepatkan filsafat sebagai dasar pendidikan dan pengajaran. Ini terbukti dengan penempatan filsafat metafisika, yang sangat ditentang oleh aliran pendekatan progresif, sebagai masalah pokok dalam filsafat pendidikan.
Salah satu pembuktian tentang kenyataan alam metafisis dalam pengertian kenyataan dunia pengalaman dibalik dan sesudah dunia yang fana ini adalah kenyataan bahwa apabila sesuatu atau segala masalah yang terjadi dan timbul di dunia ini dapat diselesaikan di dunia ini, Kesalahan yang telah dibuat, atau dosa kita, atau hutang, baik didunia ini, maka dan sekali lagi, maka apa gunanya atau apa perlunya di dunia sekarang ini kita berbuat baik. Ternyata banyak masalah yang tidak diselesaikan, dank arena itu diselesaikan sesudah mati, di dunia sana yang metafisis. Sebagai ilustrasi tentang pendekatan tradisional ini, dan melanjutkan apa yang telah dikekemukakan dalam kaitanya dengan aliran Herbartianisme, sebagai bandingan terhadap aliran Deweyisme, di bwah ini dianjurkan uraian singkat tentang aliran filsafat pendidikan esentialisme dan atau pereenialisme, Biasanya kedua aliran ini disejajarkan, karena keduanya tidak berbeda dalam ajaran dasarnya. Keduanya bersumber pada dasar yang sama tentang antropologi metafisiknya, yaitu ajaran Aristoteles dan Plato tentang hakikat kenyataan dan hakikat manusia, Aliran Essentialisme disebut filsafat pendidikan sekuler, Sedang aliran Perennialisme disebut filsafat pendidikan keagamaam. Essentialisme mengajarkan hakikat manusia sebagai sejenis binatang yang dapat berpikir, dan Perennialisme melanjutkan dasar titik tolak ini dengan mengatakan bahwa Tuhan dianggap sebagai Sang Maha kesadaran mutlak (Absolute Consciousness) , Sedang manusia sebagai cerminan rasio Tuhan disebut sebagai kesadaran pribadi (Personal Consciousness )yang terbatas kemampuan daya ciptanya, Asas kedua adalah bahwa hakikat jiwa manusia adalah terdiri atas daya-daya jiwa yang berbeda dan bekerja secara terpisah-pisah atau bersama-sama, yang menimbulkan gejala kesadaran atau tingkah laku, Setiap daya-daya jiwa seperti penginderaan, pengamatan ingatan, tanggapan, pikiran dan perasaan akan dapat berkembang  atau dikembangkan sesuai dengan bahan-bahan pelajaran tertentu. Berdasarkan jalan pemikiran ini maka dalam kepustakaan pendidikan dan psikologi pendidikan kita dikenalkan konsep istilah mata pelajaran ingatan, pikiran, hafalan, ekspresi, dan mata pelajaran keterampilan. Sebagai asas ketiga dan sesuai dengan asas kedua diatas, adalah bahwa nilai fungsianal mata pelajaran adalah untuk pembentukan, atau disiplin menilai formal teoritis intelektual. Sehingga semakin sulit bahan pelajaran semakin tinggi nilai pembentukan nilainya. Semakin keras dan ketat latihan-latihan semakin kuat dan besar nilai pembentukanya. Apakah bahan pelajaran yang disajikan sesuai dengan kehidupan sosialnya, dan digunakan untuk mengadakan penyesuaian diri terhadap lingkunganya, tidak menjadi masalah bagi aliran ini.[4]
B.       Pendidikan Tradisional dan Modern
Pendidikan tradisional (konsep lama) sangat menekankan pentingnya penguasaan bahan pelajaran. Menurut konsep ini rasio ingatanlah yang memegang peranan penting dalam proses belajar di sekolah. dan menengah sejak paruh kedua abak ke-19, dan mewakili puncak pencarian elektik atas ‘satu sistem terbaik’. Ciri utama pendidikan tradisional termasuk :
(1) anak-anak biasanya dikirim ke sekolah di dalam wilayah geografis distrik tertentu,
(2) mereka kemudian dimasukkan ke kelas-kelas yang biasanya dibeda-bedakan berdasarkan umur,
(3) anak-anak masuk sekolah di tiap tingkat menurut berapa usia mereka pada waktu itu,
(4) mereka naik kelas setiap habis satu tahun ajaran,
 (5) prinsip sekolah otoritarian, anak-anak diharap menyesuaikan diri dengan tolok ukur perilaku yang sudah ada,
 (6) guru memikul tanggung jawab pengajaran, berpegang pada kurikulum yang sudah ditetapkan,
(7) sebagian besar pelajaran diarahkan oleh guru dan berorientasi pada teks,
(8) promosi tergantung pada penilaian guru,
(9) kurikulum berpusat pada subjek pendidik,
 (10) bahan ajar yang paling umum tertera dalam kurikulum adalah buku-buku teks.
Lebih lanjut menurut Vernon Smith, pendidikan tradisional didasarkan pada beberapa asumsi yang umumnya diterima orang meski tidak disertai bukti keandalan atau kesahihan. Umpamanya:
1). ada suatu kumpulan pengetahuan dan keterampilan penting tertentu yang musti dipelajari anak-anak;
2). tempat terbaik bagi sebagian besar anak untuk mempelajari unsur-unsur ini adalah sekolah formal, dan
 3). cara terbaik supaya anak-anak bisa belajar adalah mengelompokkan mereka dalam kelas-kelas yang ditetapkan berdasarkan usia mereka.
Ciri yang dikemukan Vernon Smith ini juga dialami oleh pendidikan Islam di Indonesia sampai dekade ini. Misalnya : Sebagian Pesantren, Madrasah, dan lembaga-lembaga pendidikan Islam yang lain masih menganut sistem lama, kurikulum ditetapkan merupakan paket yang harus diselesaikan, kurikulum dibuat tanpa atau sedikit sekali memperhatikan konteks atau relevansi dengan kondisi sosial masyarakat bahkan sedikit sekali memperhatikan dan mengantisipasi perubahan zaman, sistem pembelajaran berorientasi atau berpusat pada guru. Paradigma pendidikan tradisional bukan merupakan sesuatu yang salah atau kurang baik, tetapi model pendidikan yang berkembang dan sesuai dengan zamannya, yang tentu juga memiliki kelebihan dan kelemahan dalam memberdayakan manusia, apabila dipandang dari era modern ini.
Konsep pendidikan modern (konsep baru), yaitu ; pendidikan menyentuh setiap aspek kehidupan peserta didik, pendidikan merupakan proses belajar yang terus menerus, pendidikan dipengaruhi oleh kondisi-kondisi dan pengalaman, baik di dalam maupun di luar situasi sekolah, pendidikan dipersyarati oleh kemampuan dan minat peserta didik, juga tepat tidaknya situasi belajar dan efektif tidaknya cara mengajar. Pendidikan pada masyarakat modern atau masyarakat yang tengah bergerak ke arah modern (modernizing), seperti masyarakat Indonesia, pada dasarnya berfungsi memberikan kaitan antara anak didik dengan lingkungan sosial kulturalnya yang terus berubah dengan cepat.
Shipman yang dikutip Azyumardi Azra bahwa, fungsi pokok pendidikan dalam masyarakat modern yang tengah membangun terdiri dari tiga bagian:
1.      Sosialisasi
2.      Pembelajaran (schooling)
3.      Pendidikan (education).
Pertama, sebagai lembaga sosialisasi, pendidikan adalah wahana bagi integrasi anak didik ke dalam nilai-nilai kelompok atau nasional yang dominan. Kedua, pembelajaran (schooling) mempersiapkan mereka untuk mencapai dan menduduki posisi sosial-ekonomi tertentu dan, karena itu, pembelajaran harus dapat membekalai peserta didik dengan kualifikasi-kualifikasi pekerjaan dan profesi yang akan membuat mereka mampu memainkan peran sosial-ekonomis dalam masyarakat. Ketiga, pendidikan merupakan “education” untuk menciptakan kelompok elit yang pada gilirannya akan memberikan sumbangan besar bagi kelanjutan program pembangunan”.[5]



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Filsafat diambil dari Bahasa Arab, falsafah- berasal dari bahasa yunani, filosofia kata majemuk yang terdiri dari kata filos yang artinya cinta , dan kata sofia yang artinya bijaksana. , Secara  Etimologis kata filsafat memberikan pengertian cinta kebijkasaan.
filsafat pendidikan itu adalah filsafat yang memikirkan tentang masalah kependidikan. Oleh karena ada kaitan dengan pendidikan, maka filsafat diartikan sebagai teori pendidikan dalam segala tingkat.
pendidikan tradisional didasarkan pada beberapa asumsi yang umumnya diterima orang meski tidak disertai bukti keandalan atau kesahihan. Umpamanya:
a.        ada suatu kumpulan pengetahuan dan keterampilan penting tertentu yang musti dipelajari anak-anak;
b.      tempat terbaik bagi sebagian besar anak untuk mempelajari unsur-unsur ini adalah sekolah formal, dan
c.       cara terbaik supaya anak-anak bisa belajar adalah mengelompokkan mereka dalam kelas-kelas yang ditetapkan berdasarkan usia mereka.
B.     Saran





DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Juhaya S. Praja, Aliran-Aliran Filsafat dan Etika, Jakarta: Kencana, 2003, hal 1
Prof. H.M. Arifin, M.Ed, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1994 hal 1-3.
Drs. Ali Saifullah H.A, Antara Filsafat dan Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional, 1982, hal 121-122
Azyumardi Azra, dalam Marwan Saridjo, Bunga Rampai Pendidikan Agama Islam, Amissco, Jakarta, 1996.





[1] Prof. Dr. Juhaya S. Praja, Aliran-Aliran Filsafat dan Etika, Jakarta: Kencana, 2003, hal 1
[2] Prof. H.M. Arifin, M.Ed, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1994 hal 1-3.
[3] Drs. Ali Saifullah H.A, Antara Filsafat dan Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional, 1982, hal 121-122
[5] Azyumardi Azra, dalam Marwan Saridjo, Bunga Rampai Pendidikan Agama Islam, Amissco, Jakarta, 1996.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar