
na = indeks bias air

| Cahaya datang dari udara menuju kaca. Jika sudut datang 450, berapakah besar sudut bias r ? ![]() |



| Cahaya datang dari udara menuju kaca. Jika sudut datang 450, berapakah besar sudut bias r ? ![]() |

Mengapa langit berwarna biru? Sebagian kita
mungkin menjawab, “sudah takdir…” Jawaban ini tidak salah, tapi apa
tidak lebih baik kita juga meraba bagaimana takdir tersebut terjadi?
Dalam banyak ayat, Allah menantang manusia untuk menggunakan pikiran
agar dapat mengagumi ayat-ayat (tanda-tanda) kekuasaan-Nya. Afala ta’kiluun? Apakah kalian tidak menggunakan akalnya (untuk mencerna tanda-tanda kekuasaan-Ku?)
Orang di zaman yunani telah mampu membedakan antara planet
dengan bintang dengan mengamati pola gerakannya. Jika bintang beredar
secara “sederhana” mengitarai bumi dari timur ke barat, maka ada benda
langit yang bergerak seolah seperti “pengembara”, yakni bergerak dengan
pola yang agak rumit: dari timur ke barat ke timur lalu ke barat lagi.
Benda yang bergerak dengan pola yang rumit semacam ini disebut sebagai
planet (sang pengembara). Belakangan diketahui pola gerak yang rumit
semacam itu karena ada gerak retrogade planet (sudah di pelajari pada
materi tata surya).
Sebelum era kopernikus, orang masih menganggap bahwa bumi merupakan pusat alam semesta. Bulan, Planet, matahari dan bintang
semuanya bergerak mengelilingi Bumi. Untuk menjelaskan gerakan planet
yang rumit, mereka beranggapan bahwa sambil mengitarai bumi, para planet
beredar mengelilingi suatu titik membentuk orbit lingkaran. Jadi,
Planet memiliki dua gerak: 1) gerakan melingkar mengelilingi suatu
titik, dan pada saat bersamaan 2) Planet bergerak mengitari bumi.
Sehingga terkadang planet tampak mundur. Agaknya penjelasan ini cukup
memuskan.
Jika sore telah tiba dan kebetulan hari cukup cerah, tidak ada salahnya kalau kita
mengarahkan pandangan ke ufuk barat. Sebuah pemandangan indah sedang
dipertontonkan Allah untuk setiap hamba-Nya, yakni langit yang berwarna
jingga kemerah-merahan. Sungguh sebuah pemandangan yang menakjubkan
dan kerap kali membuat kita semakin menyadari betapa luar biasa sang
pencipta. Dialah yang menciptakan langit dan bumi, siang dan malam
dengan segala keindahan dan keistimewaan yang menyertainya. Namun
pernahkah kita bertanya, apakah ada penjelasan ilmiah mengapa langit
berwarna jingga ketika sore hari?warna matahari berbeda di pagi, siang, dan sore hari menunjukkan adanya
pengaruh difraksi cahaya matahari oleh atmosfer bumi. di pagi dan sore
hari, cahaya matahari harus menembus atmosfer yang lebih tebal daripada
di siang hari.
padahal di atmosfer, cahaya matahari dihamburkan oleh partikel-partikel
yang ada. namun hanya cahaya biru yang terkena efeknya karena panjang
gelombangnya yang pendek. akibatnya, hanya warna merah yang bisa kita
lihat ketika pagi dan sore hari. hamburan yang terjadi itu disebut
dengan hamburan rayleigh.
dan karena penyebab yang sama pula, langit di siang hari akan terlihat biru.
.Saat matahari terbit dan terbenam maka langit sebagian akan berwarna
berwarna merah, langit berwarna biru, dan cahaya langit terpolarisasi
(paling tidak sebagian). Fenomena ini dapat dijelaskan atas dasar
penghamburan cahaya oleh molekul atmosfer. Penghamburan cahaya oleh
atmosfer bumi bergantung kepada panjang gelombang. Untuk
partikel-partikel yang jauh lebih kecil dari panjang gelombang cahaya
(seperti molekul udara), partikel-pertikel tersebut tidak merupakan
rintangan yang besar bagi panjang gelombang yang panjang dibandingkan
bagi yang pendek. Penghamburan berkurang, cahaya merah dan jingga
dihamburkan lebih sedikit dari biru dan ungu, yang merupakan penyebab
langit berwarna biru. Pada saat matahari terbenam, dipihak lain, berkas
cahaya matahari melewati panjang atmosfer maksimum. Banyak dari warna
biru yang telah dikeluarkan dengan penghamburan. Cahaya yang mencapai
permukaan bumi berarti kekurangan biru, yang merupakan alasan matahari
terbenam berwarna kemerahan. Langit hanya berwarna biru di siang hari.
Ada beberapa sebab mengapa langit saat itu berwarna biru. Bumi
diselubungi lapisan udara yang disebut atmosfer. Walaupun tidak tampak,
udara sebenarnya terdiri atas partikel-partikel kecil. Cahaya dari
matahari dihamburkan oleh partikel-partikel kecil dalam atmosfer itu.
Tetapi kita tahu, cahaya dari matahari terdiri dari paduan semua warna,
dari merah, kuning, hijau, biru, hingga ungu. Warna-warna itu memiliki
frekuensi yang berbeda. Merah memiliki frekuensi yang lebih kecil dari
kuning, kuning lebih kecil dari hijau, hijau lebih kecil dari biru,
biru lebih kecil dari ungu. Semakin besar frekuensi cahaya, semakin
kuat cahaya itu dihamburkan. Warna langit adalah sebagian cahaya
matahari yang dihamburkan. Karena yang paling banyak dihamburkan adalah
warna berfrekuensi tinggi (hijau, biru, dan ungu), maka langit memiliki
campuran warna-warna itu, yang kalau dipadukan menjadi biru terang.
Karena warna biru banyak dihamburkan, maka warna matahari tidak putih
sempurna, seperti yang seharusnya terjadi jika semua warna dipadukan.
Warna matahari menjadi sedikit agak jingga. Pada sore hari, sering
matahari berubah warna menjadi merah. Pada saat itu, sinar matahari yang
sudah miring menempuh jarak lebih jauh untuk mencapai mata kita,
sehingga semakin banyak cahaya yang dihamburkan. Sehingga yang banyak
tersisa adalah cahaya frekuensi rendah, yaitu merah. Di bulan dan di
planet yang tidak memiliki atmosfir, cahaya matahari tidak dihamburkan,
sehingga langit selalu berwarna hitam, walaupun di siang hari. Efek
Tyndall juga dapat menerangkan mengapa langit pada siang hari berwarna
biru, sedangkan ketika matahari terbenam di ufuk barat berwarna jingga
atau merah. Hal tersebut dikarenakan penghamburan cahaya matahari oleh
partikel-partikel koloid di angkasa, dan tidak semua frekuensi sinar
matahari dihamburkan dengan intensitas yang sama. Oleh karena intensitas
cahaya berbanding lurus dengan frekuensi, maka ketika matahari
melintas di atas kita, frekuensi paling tinggilah yang banyak sampai ke
mata kita, sehingga kita melihat langit biru. Ketika matahari hampir
terbenam, hamburan cahaya yang frekuensinya yang rendahlah yang lebih
banyak sampai ke kita, sehingga kita menyaksikan langit berwarna jingga
atau merah. Kita ingat untaian cahaya tampak dalam spektrum cahaya,
merah-jingga-kuning-hijau-biru-ungu. Dari urutan merah sampai ungu,
frekuensinya semakin tinggi. Jadi warna-warna yang mendekati merah
memiliki frekuensi cahaya tinggi, dan warna-warna yang mendekati ungu
memiliki frekuensi cahaya rendah.







